Friday, June 30, 2006

Ketika Kepenatan Menyapa Jiwaku

Hari ini, sungguh saat-saat yang melelahkan bagiku. Merasa bosan, capek, lelah, dan sebagainya. Semua bercampur. Rasanya semua tulang-tulangku ingin rontok. Kepalaku ingin pecah, kenapa ? Besok, hari tampilnya anak-anak untuk drama Assembly Penerimaan Raport. Memang, kalau mau dibayangkan rasanya acara atau penampilan drama tidak bakalan ditampilkan karena anak-anak yang mau tampil dalam drama sulit sekali diatur.

Hari ini, adalah hari ke-5 kami mencoba untuk mengoptimalkan potensi-potensi anak, tetapi hanya hari pertama latihan drama dirasakan sangat enjoy dan anak-anak bisa tertib. Ya, dasar anak-anak. Anak-anak yang ikut pun beragam, mulai dari kelas 1 s.d.4 SD, ikhwan dan akhwat. Semuanya, ya memusingkan ! Jikalau hari ini kau ada di dekatku, mungkin beteku menjadi hilang, lenyap tergantikan keceriaan, tapi kau sekarang sedang sendirian di rumah. Ya...rasanya aku mulai merindukanmu. Ry, betapa kuingin setiap hari betatap muka dan bercerita denganmu, sangat ingin. Sungguh betapa pun keinginan itu sangat besar kurasakan, tapi tubuhku terasa sangat lelah untuk menyapamu.

Aku bete, tapi aku senang. Aku ingin marah, tetapi aku tak bisa melakukannya. Aku bosan dengan aktivitas ini tapi aktivitas inilah yang membuatku refresh. Aku jenuh...tapi semangatku ada bila beraktivitas. Ya...Ry, bukannya aku ingin mengeluh dan bukan juga ingin mendapatkan simpatimu. Aku hanya mengungkapkan kalau aku saat ini merasa sangat membutuhkan 'sesuatu' yang membuatku harus lebih bersemangat lagi dalam berda'wah, melaksanakan amanah-amanah yang setiap hari semakin bertambah.

Ry, bisa prediksi nggak kalau besok tampilan drama di atas panggung bisa Ok or nggak. Ah, rasanya aku nggak pantas mengharapkan hal seperti itu. Aku ingin rasanya menyemangati mereka, terlebih lagi untuk diriku sendiri. Bersemangat ! Tak putus asa, ya itulah kata yang tepat untuk menghadirkan jiwaku di dalam aktivitas-aktivitas sehari-hariku. Allah-lah yang mengatur semua langkahku. Thanks Allah untuk hari-hari yang telah kulalui, untuk nikmat yang Kau beri, juga untuk kepenatan yang mengelayuti jiwaku. Dengan kepenatan itu, aku banyak belajar. Banyak belajar tentang kesabaran, tentang kontrol emosi, tentang berkomunikasi dengan orang lain, ya tentang semuanya. Aduh...sungguh nikmat rasanya lepas dari kepenatan. Jiwa yang bebas dari keterkungkungan 'bete', penat, dan berbagai istilah lain yang semakna dengan itu.

" Coba cari Ilmu dalam setiap ketidaksukaan. Jangan sesali apa yang tidak bisa dikerjakan. Bangkit dan bersemangatlah menghadapi sesuatu yang ada di depanmu. Yakin Allah selalu bersama disetiap langkah kebaikan yang kau tempuh. Bersemangat !"
MENJAMURNYA SEKOLAH ISLAM TERPADU DI PALEMBANG


Sekarang bukan hal yang sulit mencari sekolah anak yang menggabungkan antara pelajaran agama dan umum. Bisa dilihat, di Palembang sudah ada yang namanya Sekolah Islam Terpadu (Al Furqon, Ma'had Izzuddin, dan sekarang ada yang namanya SDIT Ulil Albab.

Ketika zaman semakin maju dan globalisasi ada di setiap aspek kehidupan, ternyata memunculkan permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat dengan jenis yang semakin kompleks, misalnya tingkat stres dan depresi yang meningkat. Banyak individu yang mengalami stres atau depresi, merasa dirinya terhimpit oleh beban yang tidak bisa dipikul. Permasalahan yang ada tersebut membuat individu mencari solusi yang tepat sehingga dapat mengatasi permasalahan yang ada tanpa menimbulkan permasalahan yang lain.

Sekolah Islam terpadu hadir memasuki kehidupan manusia modern. SIT memberi konstribusi yang positif dalam perkembangan spiritualitas anak walaupun bukan satu-satunya tolok ukur yang membuat meningkatnya spiritualitas seseorang. Pernah suatu ketika, anak berusia 5 tahun bertanya kepada ibunya, "Ma, Allah itu mana ? Allah bisa mendengar nggak ? Allah itu besar, sebesar apa, Ma ?" Si ibu yang mendengar pertanyaan anak menjadi bingung mau jawab apa. Salah satu solusinya ia memilih Sekolah Islam Terpadu untuk membuat anak mengerti apa yang ia tanyakan kepada ibunya. Padahal, Sekolah Islam terpadu bukan satu-satunya cara untuk menjawab pertanyaan anak tersebut. Yang penting dalam menjawab pertanyaan itu, orang tua harus bijaksana dan memberikan penjelasan yang bisa dimengerti olehnya. Misalnya, ketika anak bertanya Allah itu mana, ibu atau orang tua bisa menjawabnya dengan mengajak si anak berjalan-jalan memperlihatkan laut, gunung dan berkata, "Allah itu ada di gunung, di laut, bi bumi, di langit, dimana-mana...Anak yang kreatif tidak akan diam ketika orang tuanya menjelaskan seperti itu, ia akan bertanya dan terus bertanya. Orang tua harus lebih bersabar dalam menjawab pertanyaan anak walaupun untuk menjawabnya memerlukan waktu yang tidak sedikit.

Sekolah Islam terpadu bukan hanya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Sekolah Islam Terpadu hadir membawa nuansa baru yang berbeda dari sekolah-sekolah umum. Berbedanya adalah dalam materi yang diberikan dan penerapan tentang pemahaman keagamaan. Sekolah Islam Terpadu di tengah keterpurukan moralitas masyarakat. Sekolah Islam Terpadu menjadi penyejuk hati-hati orang-orang yang membutuhkan penyegaran spiritualitas. Sekolah Islam Terpadu mencoba membenahkan akhlak-akhlak manusia yang tak terpuji. Yang lebih penting dari sebuah Sekolah Islam Terpadu adalah adanya Sumber Daya Manusia (SDM)/pendidik yang yang berkualitas secara intelektual, mental, dan spiritual sehingga akan menghasilkan generasi-generasi Rabbani yang dicintai manusia, malaikat dan makhluk langit lainnya, dan terlebih lagi mendapatkan kecintaan dari Allah SWT.

Thursday, June 22, 2006

SIAPAKAH YANG PATUT DIPERSALAHKAN ???


Seorang anak laki-laki keciL, berusia 7 tahun, dengan sedikit berlarian ke arah seorang bunda lalu duduk dipangkuannya. Ditatapnyalah mata Bunda, tatap dalam dan sambil mengusap wajah si bunda si anak berkata,” Bun, sayang nggak denganku ?” Deg…kalimat singkat itu bisa membuat jantung si bunda berhenti sejenak untuk coba mencerna kata-kata yang diucapkan si bocah laki-laki itu. Si bunda membalas tatap mata bocah itu dan dipeluk eratlah anak itu sambil berkata, “ Bunda sayang sama si A”. Kita sebut saja identitas si bocah dengan ‘A’. Saat itu timbul keinginan si bunda untuk mencari informasi tentang keadaan rumahnya. Bunda itu mencoba membuat sebuah pohon harapan dan dari pohon itu muncullah buah. Dalam buah-buah itu ada tertulislah harapan ‘A’.
“Aku ingin mama, papa nggak berantem lagi,” tertunduk wajahnya menekuri lantai. Sebelumya dia berkata kalau dia berharap bisa pinter, disenangi teman sekelasnya. Ketika si bunda bertanya,” Emang papa dan mama sering berantem ya ?” Anggukkan kepalalah yang menjadi jawaban pertanyaan si bunda. Si bunda pun menyambung dengan pertanyaan lain, “ Berantemnya di depan A dan A ngeliat papa dan mama sedang bertengkar,” anggukan kembali kulihat disana. Subhanallah…otak anak sangat mudah mengingat tentang sesuatu, entah itu hal yang baik atau buruk, semuanya direkam.
Suami-istri yang mempunyai aktivitas padat dalam kesehariannya sangat rentan dengan yang namanya perselisihan. Pemicunya mungkin bukan karena masalah yang besar, misalnya masalah antar-jemput anak yang menjadi bahan perselisihan mereka. Tanpa suami-istri itu sadari, perselisihan di antara mereka berdampak sangat besar bagi perkembangan anak, apalagi perselisihan itu dilihat langsung oleh si anak seperti yang terjadi pada cerita anak di atas. Karena hal itulah, jangan menganggap sesuatu yang aneh jika si anak bersikap destruktif bila keinginannya tidak dapat dipenuhi oleh orang tuanya.
Coba renungi puisi Dorothy Law Nolte
Jika anak dibesar dengan celaan, ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar mempertemukan cinta dalam kehidupan
Ketika seorang anak tersebut berada di lingkungan keluarga, dekat dengan orang tua, bisa jadi sikap yang ia perlihatkan jauh dari keadaan sebenarnya. Ketika di lingkungan tersebut, si anak akan bersikap manis dan penurut, tetapi jika berada di luar lingkungan tersebut ia menjadi ‘ si trouble maker’, mengapa ?
Pada dasarnya, ketika seorang anak berada di rumah, dekat dengan orang tua, yang ia butuhkan adalah rasa aman, pengakuan, dan dukungan dari orang tuanya. Ternyata pada sebagian anak, pengakuan dan kebutuhan itu tidak ia dapatkan. Karena hal itulah ia mencoba mencari solusi di luar lingkungan keluarganya, yaitu di lingkungan sekolah atau bermainnya. Apabila ia tidak mendapatkan keinginannya itu, maka ia akan menyiasatinya dengan cara membuat ‘masalah’ pada teman sepermainannya. Salahnya lagi, ketika orang tua diberi tahu bahwa anaknya mempunyai sikap yang kurang baik di lingkungan sekolah, baik kepada teman dan guru, mereka seakan menutup mata dan menyangkal perilaku negatif anaknya. Alasan yang paling sering digunakan oleh pihak orang tua untuk menunjukan penyangkalan mereka dengan mengatakan, “Itukan tangung jawab sekolah”. Padahal jika ditilik lebih jauh lagi, maka tugas mendidik bukan hanya bertumpu pada guru, tapi yang paling utama dan penting adalah peran orang tua dan ibu sebagai madrasah utama dan utama pembentukan kepribadian anak. Bukankah kepribadian seseorang terbentuk pada usia 0 – 5 tahun dan usia tersebut anak masih berada dalam pengawasan orang tua. Saat perilaku anak semakin tak bisa dikontrol ia cenderung destruktif (suka memukul teman, memaki), maka siapakah yang pantas dipersalahkan ?

16 JUNI 2006
ARTIKEL


BERCERITA

Mungkin tak seorang pun anak yang tidak suka mendengarkan cerita, baik itu kisah nyata ataupun khayalan belaka, misalnya dongeng. Cerita pun bukan hanya milik anak, akan tetapi setiap lapisan usia, baik itu orang dewasa pun menyukai cerita, namun dalam bentuk atau format yang berbeda. Pernah suatu kali, si sebuah kelas I SDIT Al Furqon, pada saat anak diajak berdongeng, baru disadari bahwa mereka sangat menyukai cerita dan cerita menggugah anak untuk berimajinasi sehingga anak menjadi kreatif.
Kegiatan mendongeng atau bercerita sepertinya tidak bisa dianggap remeh, sehingga setelah si Ustad selesai mendongeng, anak diminta untuk membuat suatu cerita atau dongeng. Betapa terkejutnya, saat seorang anak ikhwan bertutur dalam sebuah cerita bergambar. Cerita yang ditampilkan pun sangat sederhana, ia hanya menggabungkan apa yang pernah ia tonton dengan hewan yang ia anggap pantas untuk dijadikan tokoh cerita. Anak itu bercerita dan cerita yang dihasilkan berbeda dari anak-anak yang lain, seperti Kisah Kancil dan Buaya atau Cinderela. Sungguh menarik dan uniks ceritanya ! Gambaran berupa coretan tak teratur itu dan layaknya benang kusut…membuat cerita yang ia hasilkan bertambah unik.
Coba bayangkan dampak bercerita dan bila hal itu dilakukan pada mata pelajaran, mungkin pelajaran yang membosankan bisa menjadi menyenangkan. Banyak hal yang bisa kita peroleh dari bercerita. Tak terasa kedekatan emosi dengan si tokoh dalam cerita akan kita rasakan. Nasihat yang ada di dalam cerita akan lebih tertanam dalam benak seseorang, apalagi jika itu terjadi pada diri anak-anak. Bisa jadi perintah yang kita berikan kepada anak tidak akan langsung di dengar, tetapi dengan bercerita kita menggiring anak untuk mengikuti perintah atau apa yang diinginkan dalam sebuah cerita.
Adalah sesuatu yang salah bila seorang dewasa mengatakan,” Aku tidak bisa bercerita !” Bisa dikatakan itu merupakan opini yang salah ! Boleh saja kita berkata,” Setiap orang mampu bercerita, tetapi membuat pendengar duduk mendengarkan atau membaca cerita serta menghayati isi cerita kita…..itulah yang perlu dipelajari. Dengan intonasi suara, mimik wajah, dan gesture yang tepat maka sebuah cerita akan terasa lebih hidup. Jika ketiga hal itu kita tampilkan dalam sebuah cerita, maka bisa jadi perilaku yang kita harapkan, yaitu perilaku baik si tokoh cerita juga akan kita temui dalam diri anak didik kita. Sekarang, cobalah untuk bercerita apa saja !

PLG, 16/06/’06
AL FURQONKU…AL FURQONMU…AL FURQON KITA


Pagi yang cerah, tetes embun semalam masih jelas terlihat di dedaunan. Sinar matahari pun menyambut hangat anak-anak yang mulai berdatangan memasuki gerbang SDIT Al Furqon.
“Tet….Tet…” Suara klakson mobil terdengar saling mendahului. Sebuah tangan bocah laki-laki melambai ke arah bunda yang baru memasuki gerbang SDIT Al Furqon. Gerak mobil diperlambat.
“Assalamu’alaikum, Bun ?” Salam itu dibalas bunda dengan senyum. Ternyata, si bocah laki-laki adalah Abim, siswa kelasnya.
Ketika sampai di depan kelasnya….
(Tuk…brak…, terdengar suara pintu mobil ditutup dengan keras). Terlihat si Abim keluar dari mobil Kijang Avanza hitam setelah menyalami papanya. Abim langsung menuju halaman SDIT Al Furqon. Bola kaki yang dibawanya kini ia keluarkan dari kantongnya.
“Tap…tap….tap…”, langkah kaki Abim terdengar oleh Aziz, Ve, Dicky, Ridho, Yoga, Emir, Eva, Edo, Fahmi, Nauval, dan anak-anak yang sedang bermain di lapangan. Semua, semula anak-anak yang sedang bermain di lapangan langsung menoleh ke arah Abim.
“Ring…Ring…”, bunyi bel masuk mengalihkan pandangan mereka dari Abim dan Ridho berlari menuju kelasnya sambil berkata, “Istirahat nanti aja Bim mainnya, ya….”, semua yang bermain langsung bubar, meninggalkan Ar Royan dan halaman sekolah.

Di suatu hari di sebuah kelas……
Setiap anak berbaris, yang ikhwan di sebelah kanan dan yang akhwat di sebelah kiri. Teratur dan tertib. Bunda dan ustad mulai menjalankan apel pagi.
“Coba, sekarang baca ta’awudz dan besmallah beserta artinya.” (Terdengar suara anak-anak ramai, kadag teratur dan kadang tidak).
“Sekarang baca surat Al Infithar”. Bibir-bibir mungil itu terur terbuka-tertutup melapaskan surat-surat pendek.
“ kita nyanyikan profesi dalam Bahasa Arab ya. Wahid, isnani, tsalatsa.” Dengan gaya yang sesuai dengan profesi-profesi yang disebutkan, si anak bernyanyi. Ketika si Abim dan teman-temannya bernyanyi, si Daffi dating. Dengan mata yang setenganh terbuka dan posisi tubuh yang gontai, ia menyalami bunda dan ustad lalu masuk ke barisan belakang.. Nyanyian tetap berlanjut (lagu mengenal buah-buahan dalam Bahasa Inggris dan tak lupa Mars Al Furqon pun ikut dikumandangkan). Ketika syairnya habis….
“Bunda dan ustad akan memilih yang paling tertib untuk masuk kelas duluan.” Suasana hening sebentar.
“Yang akhwat boleh masuk.” Pemeriksaan kuku dari tiap siswa seakan menjadi rutinitas. Para ikhwan pun akhirnya diperbolehkan masuk kelas. Tinggallah Daffi sendirian.
“ Mengapa bisa terlambat, Fi ? Nonton bola ya semalam ?” Pertanyaan bunda tidak harus dijawab.
“ Daffi, baca Surat At Takatsur sebanyak 2x.” Dengan lantang si Daffi membacanya.
“ Sudah, Bun,” kata Daffi.
“ Alhamdulillah. Besok jangan telat lagi ya. Sekarang Daffi boleh masuk kelas.”
Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, bunda dan ustad meminta anak-anak untuk berdoa. Semua tangan anak diangkat ke atas dan ternyata Fatur tidak mengikuti perintah bunda dan ustad. Bunda dan ustad mendiamkan tingkah laku Fatur yang mulai menjahili akhwat yang berdoa. Bunda ternsenyum tetapi terlihat sedikit mendelik. Ketika selesai berdoa….
“ Fatur, istighfar 200x.” Bunda pun mulai mengajar Bahasa Indonesia, materinya adalah tentang dongeng. Si ustad mulai mendongeng, yaitu kisah tentang Kancil dan Kura-Kura (Ceritakan sedikit tentang kisah itu). Semua mata anak tertuju ke arah papan tulis yang telah digambar oleh ustad. Hening…..
“ Jadi, yang menang si kura-kura ya ustad,” tanya Agie. Ustad hanya menjawab dengan anggukan kepala saja lalu menerangkan…..
“ Nah, makanya jangan sombong. Mau nggak jadi seperti si kancil ?” Jawaban ‘tidak’ dari anak-anak mengakhiri dongeng hari itu.
“Sekarang, ambil buku tulis dan buatlah satu buah dongeng apa saja”. Semua anak mulai mengambil buku tulisnya dan mulai menulis sebuah dongeng di dalamnya. Ketika ustad memeriksa tulisan anak….
“ Nauval, ceritanya bikin sendiri ya,” jawabnya sengit dan matanya menatap ke arah ustad menunjukkan ketidaksukaannya. Sebuah potensi besar yang siap dikembangkan.

Bel istirahat pertama berbunyi….
Semua anak berlarian menuju kamar mandi dan segera mencuci tangan karena di tangan bunda sudah ada sebuah nampan berisi snack. Setelah mencuci tangan, setiap anak mengambil snack, satu per satu dan langsung duduk ke kursi masing-masing untuk memakan snacknya (terlihat anak-anak sedang menyantap snack dengan asyiknya).
“Kenapa nggak makan, nggak suka snacknya ya ? Tanya bunda kepada Dinda yang ternyata snack hari itu adalah empek-empek. Sebagai gantinya, Dinda sudah menyiapkan bekal mie goreng plus ayam. Sangkin buru-burunya, ada beberapa anak yang tidak makan snack dan malah langsung menuju ke lapangan untuk bermain.
“ Bim ayo kita main bola,”ajak Ridho dan ternyata teman-teman yang lain juga ingin ikut (terdengar suara koor, ‘akut ikut ya’ dari anak laki-laki yang lain). Belum juga keringat Abim membasahi pakaian sekolahnya…bel kembali berbunyi. Semua anak bergegas menuju kelasnya. Ada gurat tak puas dari wajah-wajah mereka.
“ Bun, ini kan baru istirahat, “sangah Edo yang tak percaya kalau waktu istirahat telah usai.
“ Kalau main tak pernah ada habisnya, tapi kalau disuruh belajar koq susah sekali, kenapa ya ?” Bunda berkomentar menanggapi gerutuan Edo.

Kegiatan belajat mengajar pun dilanjutkan kembali, kali ini adalah pelajaran Sains, yaitu tentang membuat pelangi. Semua anak hilir mudik ingin segera mengadakan percobaan. Semua ingin mendapat giliran pertama padahal bunda sudah membagi mereka dalam kelompok-kelompok kecil. Kelas menjadi ramai (terdengar suara riuh suara anak-anak). Bunda dan ustad diam di depan kelas me;ihat tingkah anak-anak. Akhirnya mereka sadar bahwa bunda sedang memperhatikan mereka. Tak terasa waktu makan siang telah tiba….
Anak-anak berbaris di depan kelas dan bersiap menerima sabun tangan dari bunda. Satu per satu, setelah menerima sabun tangan itu…anak-anak menuju kamar mandi dan membersihkan tanga mereka. Di suatu suasana makan siang….
“Kenapa, sayurnya nggak dimakan, nggak suka ya ?”
“ Kalau dipotong-potong, Afin nggak suka,” terlihat sayuran hijau di dalam box makanan tak disentuhnya sama sekali.
Adzan berkumandang… Segera mereka merapikan box makan masing-masing dan meletakkannya di samping meja bunda (terdengar bunyi plastik-plastik yang ditumpuk secara bersamaan).
Semua anak bergegas mengambil air wudhu. Tak lupa mereka menjawab adzan dan berdoa setelah adzan berkumandang. Sagra pun diminta ustad untuk mejadi imam. Suara iamam dan makmum terdengar bersamaan bahkan suara makmum lebih keras dibandingkan imam. Ternyata…saat semua anak sholat, Ami dan Aziz bermain, tertawa…ustad hanya mendelikkan mata.
“ Ami, Aziz, nanti sholat lagi sendirian di sebelah sana. Sholat itu nggak boleh main-main,” ustad menunjuk sajadah yang berada paling depan. Beberapa anak terlihat sibuk merapikan ambal, mereka bergotong royong dan……
“ Kita sambung lagi main bolanya ya, Bim ?” Ajak Evan dan Abim pun segera mengambil bola dan berlari menuju lapangan. Semua anak senang, wajah mereka merekahkan sebuah senyum manis dari sudut-sudut bibir mungilnya.
Bel kembali berbunyi.
“ Hugh…hugh…., desah nafas Abim sangat jelas terdengar ketika memasuki kelas. Ia mengambil minum lalu kembali ke kursinya. Selanjutnya…..
Pelajaran Bahasa Arab, yaitu tentang anggota tubuh. Belajar sambil bernyanyi. Kelas kembali ramai dengan suara nyanyian.
“ Sebentar lagi kita pulang, sekarang rapikan buku-buku yang ada di atas meja. Yang tertib boleh pulang duluan (terdengar gemuruh suara gesekan meja dan kursi, kursi dan lantai menandakan bel pulang sebentar lagi akan berbunyi).
“ Lomba tertib,” ajak bunda. Semua tangan anak telah terlipat di atas meja dan mulut mereka terlihat terpaksa ditutup karena ingin pulang duluan.
“ Kelompok Abim boleh pulang,” kata bunda.
“ Alhamdulillah,” ucap Abim dan teman-teman sambil tak lupa menyalami tangan bunda dan ustad, tepat di antara hidung dan mulut.
“ Ya, semua boleh pulang,” serentak anak-anak menyalami bunda dan ustad lalu berlari ke mobil jemputan masing-masing dengan tak lupa mengucapkan salam kepada bunda dan ustad. Suasana kelas menjadi hening dan hening…..

19 JUNI 2006

SELESAI

Wednesday, June 21, 2006

Outbound Penuh Berkah

Palembang, Kebun Percontohan Pusri Indralaya, 10-11 Juni 2006

Ry, hari ini outbound perdanaku. Hari ini aku bisa merasakan dedaunan yang mewangi, yang wanginya berbeda ketika di siang hari. Ry... aku merasa betapa bahagiannya aku dan kebetulan malam ini adalah bulan terang, walaupun bukan purnama. Sungguh, kalau kau berada di dekatku saat ini, maka kau pasti kan berujar, " Subhanallah, kita bukan apa-apa !" Maalam ini dedaunan seakan memancarkan sinarnya. Aku hanya bisa bergumam, "Subhanallah..." Ry...suasananya hening sekali, aku merasa terbawa ke alamm kubur, kedunianya orang buta, ke dunianya para orang yang tidak mempunyai rumah, ke dunia para pemuhasabah. Ry, bulan ini, tepatnya tanggal 26 Juni nanti aku bertambah usia, berarti bertambah dekatnya aku ke arah kematian walaupun aku tidak tahu kapan kematian itu kan menghampiri. Sedihkah akumenerimanya..........atau aku merasa senang karena aku bertambah dewasa...tidak...mungkin cukup bagiku tanggal 26 nanti aku bertambah dewasa namun bekal apa yang sudah kupersiapkan untuk akhiratku...ah rasanya dangkal benar kalau aku membanggakan diri dihadapan Allah dan berkata, "Allah, kupinta surga pada-Mu atas amal-amal sholihku !" Mungkin terlalu naif bagiku untukmengatakan hal itu, tapi rasanya itu yang kuinginkan...surga-Nya...keridhoan-Nya, kecintaan-Nya, dan limpahan Rahman-Nya.

Ry, betapa disini baru kurasakan betapa menyedihkan hidup di tengah kegelapan seperti apa yang dialami saudara kita yang tunanetra. Kedua matanya yang tidak melihat...Aku, ketika ditutup mata sebentar...merasa tidak nyaman. Aku merasa tidak bisa berbuat apa-apa.Ketika itu tersadarlah bahwa kelebihan mereka yang tidak dapat melihat juga lebih banyak dari yang bisa kita perbuat. Mereka mampu memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada orang lain dengan berkarya tanpa harus mencela kekurangan mereka. Banyak di antara mereka yang berhasil dalam kehidupannya. Dug...mereka berhasil memberikan kebahagian kepada orang lain, sedangkan aku...Ah, tak banyak yang bisa kuperbuat untuk membahagiakan orang lain. Aku hanya bisa menyucikan baju kedua orang tuaku, menyapu hanya sebatas dapur atau masak ala kadarnya, itupun kalau aku mau. Aku sangat sadar, ketika aku sudah jarang di rumah, aku meresa aku kurang bermanfaat bagi orang yang ada di sekitarku. Aku merasa kurang berguna di dalam keluargaku. Aku...? Apakah ketika aku pergi dari rumah aku di rindukan mereka, ah...rasanya aku akan sangat takut membayangkan apa yang keluarga harapkan dariku...Rasanya, sangat kecil dan tak tahu malunya aku kalau diharapkan bila aku pergi. Bayngkan Ry, aku bisa tinggal di rumah hanya hari Sabtu atau Ahad...itupun kalau tidak ada kegiatan di luar, kalau ada...kau pasti tahu jawabannya, ya ka, Ry?

Disini, aku juga bisa merasakan bagaimana tidak punya rumah, nyamuk-nyamuk berterbangan siap menyantap atau menghisap darah-darah segar. Ketika itu hanya ada sebuah matras tipis, sebuah lilin kecil, dan 3 batang korek api. Aku merasakan betapa beruntungnya aku, dengan keadaan yang lebih dari cukup. Rasanya, malam ini tergiang di telingaku bunyi surat Ar Rahman, "Nikamt apa lagi yang kau dustakan ? Mungkin pertanyaan itu berhak untukku. Terkadang, kita secara tidak sadar merasa kurang denga nikmat yang Allah, nikmat penglihatan yang tiada duanya, nikmat iman dan hati yang bila kita kalkulasikan dan kita cicil untuk membayarnya, maka seluruh uang di dunia ini pun jika dikumpulkan tidak dapat kita menggantikannya. Sekarang, pantaskah kita kufur atas nikmat-Nya, Ry?

Memasuki hutan, ah...sendirian lagi...rasanya tak terbanyangkan, tapi setelah sendirian, di kegelapan hutan dan rindangnya pohon-pohon, perasaan takut yang kita rasakan tidak akan kita temui, Insya Allah, kenapa ? Ah, kau, Ry...Ry...kan, " Cukuplah Allah sebagai pelindung dan penolong", teman, sanak-saudara ketika itu...no way...orang yang kita kenal pun mengacuhkan kita, tapi...beginilah rasanya ketika senandung ayat kursi meluncur di tiap hirup dan tarikan napasku. Aku bertambah yakin, semua yang ada di dalam hutan ini bekerja atas jari-jari Allah. Betapa pun ketakutan itu mencoba memasuki hati, ketika itu pula asma Allah terucap, tanpa jemu. Disini, rasanya kita tak berdaya dan benar-benar tak berdaya dan ketidakberdayaan kita itulah yang menjadikan kita fokus untuk memohon dan mendekatkan diri hanya kepada Allah.

Ry, aku tersesat di saat berjalan sendirian di tengah hutan. Lucunya, pada saat itu, aku merasa santai. Ry...Ry...tapi kalau kau melihat ekspresiku, penuh dengan kecemasan. Wajahku mungkin sedikit mengkerut, tapi alhamdulillah aku masih bisa tersenyum, kenapa ? Allah...jawabannya, singkat bukan, "Karena Allah, Allah yang menuntun langkah-langkah kakiku". Ry, subhanallah, aku juga merasakan ketakutan ketika aku membayangkan nanti ada orang yang menjahiliku, binatang yang menggangguku. Tapi, bayangan sesaat dan pikiran tersebut digantikan oleh asma-asma Allah dan keyakinan untuk menemukan jalan. Subhanallah...memang tuntunan Allah tak pernah salah, kucoba ikuti kata hatiku, kulalui jalan-jalan...dengan penuh kelurusan, maksudnya lurus tanpa belok dan tanpa memperhatikan tingginya ilalang. Pantas saja jalan yang kulalui itu seperti jalan yang tidak pernah dilewati orang lain, ilalangnya tidak ada yang patah-patah. Ada keraguanku, tapi benar..jangan pernah mengikuti keraguan. Aku optimis, maka kutelusuri jalan yang ada dengan tetap lurus.

Ketika itu aku secara tidak sengaja meninggalkan kaca mata di tas ransel. Mataku terasa hilang, makanya jalam yang kulihat adalah jalan yang lurus-lurus saja. Ry, aku menemukan rumah penduduk. Kulihat disana ada sinaran lampu. Aku kesana, tapi aku menemukan tidak ada panitia. Aku balik lagi deh...Subhanallah lho, Ry, kalau kuhitung-hitung mungkin perjalananku malam itu sekitar 2/3 km. Aku melewati pabrik yang kosong, yang pintu depannya terbuka dan terlihat sangat menyeramkan, tapi kutetap bertahan dan terus melangkah.

Alhhamdulillah setelah sejauh itu aku berjalan, ada persimpangan, ke nanan dan kiri. Aku disuruh memilih dan kata hatiku mengatakan bahwa aku harus memilih yang sebelanh kiri karena kalau aku memilih ke kanan rasanya itu jalan yang salah. Jalan itu tidak ada penerangan sama sekali. Kuterus menyelusuri jalan itu. Berjalan dan berjalan. Santai tapi pasti. Dan memang Allah sayang kepadaku, aku dipertemukan dengan rombongan ustad dan bunda yang pada saat itu sedang duduk di tengah jalan. Pada saat itu yang terlihat hanyalah sosok hitam atau lebih tepatnya sesuatu yang hitan dan bergerak. Aku hanya berdoan dan berusaha menghampiri sesuatu yang bergerak itu dan aku akhirnya menemukan jalan. Alhamdulillah...

Aku tidak melewati pos kedua, yang semestinya aku lewati setelah pos 1, aku tersesat jauh...padahal mestinya aku sudah sampai lebih duluan dibandingkan peserta yang lain, karena aku adalah rombongan awal yang bergerak menjauhi perkemahan. Aku masih tetap melanjutkan perjalanann, tapi kali ini menelusuri pos ke-2 hanya untuk mengisi absensi saja tapi aku dibantu panitia. Ada kejutan yang membuatku terucap kata, "Inalilah", ketika seorang panitia ikhwan mengangetkanku dengan hadir tiba-tiba di balik semak. Alhamdulillah hal itu tidak mengagetkanku. Aku memasuki pos ke-3 dengan terseok, walaupun petunjuk yang ada didekat penerangan membantu tapi bagiku itu perannya sangat kecil. Dasar mata yang sudah tidak awas lagi, aku terseok dan terseok lagi. Ternyata panitia sudah melihat gelagatku saat itu, aku akhirnya dibantu oleh panitia menelusuri setiap pos. Aku jadi tidak sendirian.Aku mempunyai pengawal, ikhwan, walaupun takut aku tetap berdoa dan berhusnudzon ...karena Allah kan penolong dan pelindungku.

Ketika aku sampai diperkemahan, aku disambut oleh panitia dengan berbagai pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang membuatku gerah. Dan dengan pongahnya aku berkata, "Kayaknya orang sekampung aget ini tahu semua tentang kisahku.." Pantas saja, kalau dilihat dari fisik, pakaian maksudnya-rok- rumput sudah bertebaran di rokku. Aku tidak menyesal, malah bersyukur...setidaknya aku 'merasa' lebih dari yang lain. Maksudnya, dalam hal perjalanan jauh...aku bisa jadi atlet maraton, ya kan, Ry...

Aku mendapat banyak sekali pelajaran yang didapat dari outbound kali ini, ukhuwah, kebersamaan, kerjasama, kedekatan antarpeserta

Tuesday, June 20, 2006

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Wahai Rabb kami, janganlah Engkau menyiksa kami jika kami lupa atau salah
Wahai Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami
Wahai Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya
Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami
Engkaulah penolong dan pelindung kami, ya Rabb...
Aamiin ya Rabbal'alamin